Senin, 22 Juli 2013

Pesan dari Gambar Bumi Jepretan Cassini

Wajah Bumi dan Bulan dilihat dari planet Saturnus hasil jepretan Cassini pada sabtu (20/7/2013) dini hari

Wahana antariksa Cassini akhirnya berhasil mengambil citra Bumi dari Saturnus. Citra diambil sesuai jadwal yang direncanakan sebelumnya, Sabtu (20/7/2013) dini hari antara pukul 04.27 dan 04.47 WIB.

Citra yang ditangkap Cassini dari jarak 1,44 miliar kilometer ini merupakan citra ketiga Bumi yang berhasil diambil dari Tata Surya bagian luar.

Sebelumnya, terdapat citra "Pale Blue Dot" yang diambil oleh wahana Voyager 1 pada tahun 1990 serta citra "Spot The Dot" yang diambil Cassini pada tahun 2006.


"Pale Blue Dot" diambil dari wahana voyager 1 tahun 1990

Dalam citra terbaru yang diterima Bumi sehari setelah pemotretan ini, Bumi dan Bulan tampak berwarna perak, seperti sebuah bintang yang bersinar. Bumi tampak sebagai lingkaran yang lebih besar, sementara Bulan berada di bawahnya.

Berdasarkan informasi di situs NASA, Minggu (21/7/2013), citra Bumi dan Bulan ini diambil dengan filter BL1 dan CL2, dalam gelombang cahaya tampak merah, hijau, dan biru.

Citra yang ditunjukkan kali ini belum merupakan citra yang dikalibrasi. Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) akan mengunggah citra yang telah dikalibrasi pada tahun 2014.

Citra ini kembali mengingatkan bahwa Bumi dan manusia di dalamnya cuma bagian kecil dari alam semesta. Semesta begitu luas, belum diketahui apakah berbatas atau tidak, serta menyimpan begitu banyak misteri. 

Apa yang bisa direnungkan manusia saat melihat wajah Bumi dari Saturnus itu? Kiranya, refleksi astronom ternama Carl Sagan (1934-1996) dalam buku Pale Blue Dot: A Vision of the Human Future in Space masih relevan.

Sagan menulis refleksi itu setelah melihat wajah Bumi berupa titik biru puncat (Pale Blue Dot) yang diambil wahana Voyager 1 pada tahun 1990, citra pertama Bumi yang diambil dari bagian luar tata surya. Berikut refleksi Sagan.

Dari titik yang sangat jauh ini, Bumi mungkin tidak menarik. Namun, bagi kita, Bumi berbeda.

Renungkanlah lagi titik itu. Di sinilah titik itu. Itulah rumah. Itulah kita. Di atasnya, semua orang yang kamu cintai, semua orang yang kamu kenal, semua orang yang kamu pernah dengar, semua manusia yang pernah ada, menghabiskan hidup mereka.

Segenap kebahagiaan dan penderitaan kita, ribuan agama, ideologi dan doktrin ekonomi, setiap pemburu dan pengumpul, setiap pahlawan dan pengecut, setiap pendiri dan penghancur peradaban, setiap raja dan petani, semua pasangan anak muda yang sedang jatuh cinta, setiap ibu, ayah, dan anak-anak punya harapan besar, penemu dan petualang, setiap guru moral, semua politisi yang korup, setiap bintang besar, setiap pemimpin besar, setiap orang suci dan pendosa dalam sejarah hidup spesies kita hidup di sana, di atas setitik debu, melayang di dalam pancaran cahaya Matahari.

Bumi hanyalah panggung kecil di area kosmos yang luas.

Pikirkan tentang sungai darah yang tumpah oleh jenderal dan raja-raja sehingga dalam keagungan dan kemenangan itu dapat menjadi bagian kecil dari sebuah titik. Pikirkan kekejaman yang dilakukan oleh penghuni dari salah satu sudut dari piksel ini kepada penghuni dari sudut lain yang sulit dibedakan dalam citra ini. Betapa sering kesalahpahaman terjadi, betapa tega mereka membunuh satu sama lain, betapa dalam kebencian mereka. Sikap kita, kesombongan kita, khayalan bahwa kita memiliki keistimewaan di semesta ditantang oleh titik pucat ini.

Planet kita adalah sebuah titik kesepian yang dibalut oleh kosmos yang gelap. Dalam ketidakjelasan kita, dalam keluasan ini, tak ada tanda bahwa bantuan akan datang dari luar untuk menyelamatkan kita dari kita sendiri.

Bumi adalah satu-satunya dunia, sejauh ini, yang memiliki kehidupan. Tak ada tempat lain, paling tidak dalam waktu dekat, bagi spesies kita bisa bermigrasi. Berkunjung, ya. Tapi tinggal, belum. Suka atau tidak, untuk saat ini Bumi adalah tempat kita berdiri.

Telah lama dikatakan bahwa astronomi rendah hati dan memberikan pengalaman membangun karakter. Mungkin tak ada demonstrasi yang lebih baik tentang kebodohan kesombongan kita selain gambar ini. Bagi saya, ini menggarisbawahi tanggung jawab kita untuk bersikap baik pada orang lain serta melestarikan dan menghargai titik biru pucat, satu-satunya rumah yang kita tahu.

semoga artikel diatas menjadikan renungan bagi kita, untuk menjadikannya inspirasi :) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar